Banding pajak merupakan bentuk upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap keputusan yang bisa diajukan banding, sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Banding dapat diajukan jika Wajib Pajak tidak setuju terhadap keputusan keberatan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak setelah sebelumnya mengajukan keberatan.
Setelah permohonan banding diajukan, Wajib Pajak akan menerima surat uraian banding yang harus diselesaikan dalam waktu tiga bulan. Namun, terdapat sanksi administratif berupa denda 100% dari nilai pajak sesuai hasil putusan banding, terlepas dari hasil keputusan pengadilan. Dasar hukum banding diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pengadilan Pajak
Pengadilan Pajak merupakan lembaga peradilan tingkat pertama sekaligus terakhir dalam penyelesaian sengketa pajak. Oleh karena itu, jika masih ada keberatan atas putusan Pengadilan Pajak, maka satu-satunya upaya hukum lanjutan adalah Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Pengajuan banding ke Pengadilan Pajak hanya dapat dilakukan setelah diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan. Sementara itu, gugatan ke Pengadilan Pajak dapat diajukan untuk proses penagihan atau terhadap keputusan lain yang diatur oleh peraturan perpajakan.
Siapa yang Berhak Mengajukan Banding?
Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang merasa tidak puas terhadap keputusan keberatan. Pengajuan banding juga dapat dilakukan oleh ahli waris, pengurus perusahaan, atau kuasa hukum yang telah diberi kuasa oleh pihak Wajib Pajak.