Pendahuluan
Warisan merupakan salah satu bentuk peralihan harta yang kerap menimbulkan pertanyaan terkait kewajiban perpajakannya. Banyak masyarakat bertanya: Apakah warisan dikenai pajak? Bagaimana perlakuan pajak warisan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan aturan turunannya?
Memahami perlakuan pajak warisan sangat penting, baik bagi ahli waris, notaris, maupun praktisi pajak. Hal ini dikarenakan kesalahan persepsi atau ketidakpatuhan dapat menimbulkan sengketa perpajakan maupun kerugian finansial. Artikel ini merangkum aturan terbaru, dasar hukum, serta praktik perlakuan pajak warisan di Indonesia.
Dasar Hukum Pajak Warisan di Indonesia
Perlakuan pajak atas warisan diatur dalam beberapa peraturan kunci:
- Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh – UU No. 7 Tahun 1983 jo. UU No. 36 Tahun 2008)
- Pasal 4 ayat (3) huruf b menyebutkan bahwa harta warisan bukan merupakan objek pajak penghasilan bagi ahli waris.
- Artinya, saat seseorang menerima warisan, penerimaan tersebut tidak dihitung sebagai penghasilan yang kena PPh.
- Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP – UU No. 7 Tahun 2021)
- Menegaskan kembali bahwa warisan tetap bukan objek PPh.
- Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (UU BPHTB – UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No. 20 Tahun 2000)
- Menyatakan bahwa perolehan hak atas tanah dan bangunan karena warisan merupakan objek BPHTB.
- Namun, tersedia fasilitas pengurangan atau pembebasan tertentu sesuai kebijakan daerah (karena BPHTB adalah pajak daerah).
Perlakuan Pajak Warisan Menurut UU PPh
- Warisan Bukan Objek Pajak
Sebagaimana diatur dalam UU PPh, warisan yang diterima oleh ahli waris bukan merupakan penghasilan kena pajak. Konsep ini dilandasi asas net income dalam pajak penghasilan, di mana harta warisan dianggap sebagai peralihan kekayaan, bukan tambahan kemampuan ekonomis baru.
Contoh:
Seorang anak menerima rumah senilai Rp1 miliar dari orang tuanya yang meninggal. Nilai Rp1 miliar tersebut tidak dilaporkan sebagai penghasilan kena pajak pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi si anak.
- Kewajiban Ahli Waris atas Penghasilan Warisan
Meski warisan bukan objek pajak, penghasilan dari harta warisan tetap menjadi objek PPh. Misalnya:
- Rumah warisan kemudian disewakan ? hasil sewa kena PPh.
- Tanah warisan dijual ? keuntungan dari penjualan kena PPh Final (PPh 4 ayat (2)).
Dengan demikian, posisi pajak warisan lebih tepat dipahami sebagai: warisan bukan objek pajak, tetapi penghasilan yang timbul dari pengelolaan warisan tetap dikenai pajak.
Perlakuan Pajak Warisan Menurut BPHTB
Berbeda dengan PPh, perolehan hak atas tanah/bangunan karena warisan tetap menjadi objek BPHTB.
- Tarif dan Dasar Pengenaan
- Tarif BPHTB = 5% × (NPOP – NPOPTKP)
- NPOP = Nilai Perolehan Objek Pajak (biasanya NJOP PBB atau nilai transaksi).
- NPOPTKP = Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak, ditetapkan oleh pemerintah daerah (berbeda tiap daerah, contoh: Rp300 juta di Jakarta).
- Fasilitas dan Pembebasan
Pemerintah daerah biasanya memberi pembebasan atau pengurangan BPHTB untuk warisan. Misalnya, jika ahli waris pertama kali menerima hak waris atas rumah tinggal, bisa diajukan pembebasan sebagian atau seluruh BPHTB.
- Contoh Perhitungan
- Ahli waris menerima rumah di Jakarta senilai Rp1,5 miliar.
- NPOPTKP (Jakarta) = Rp300 juta.
- Dasar pengenaan BPHTB = Rp1,5 miliar – Rp300 juta = Rp1,2 miliar.
- BPHTB terutang = 5% × Rp1,2 miliar = Rp60 juta.
Jika ahli waris memenuhi syarat pembebasan, jumlah BPHTB dapat lebih kecil atau bahkan nihil.
Isu Perpajakan Lain Terkait Warisan
- a. Pajak Penghasilan atas Penjualan Harta Warisan
Jika ahli waris menjual harta warisan, misalnya tanah atau rumah, maka berlaku PPh Final 2,5% dari harga jual (berdasarkan PP No. 34 Tahun 2016 jo. PP No. 55 Tahun 2022).
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Setelah harta berpindah ke ahli waris, kewajiban membayar PBB berpindah ke ahli waris juga.
- Sengketa Warisan
Kadang, peralihan warisan tertunda karena sengketa hukum keluarga. Dalam kondisi ini, kewajiban pajak atas penghasilan dari warisan (misalnya rumah disewakan) tetap ada, meskipun harta masih atas nama pewaris.
Studi Kasus Singkat
Kasus 1: Warisan Uang Tunai
Seorang anak menerima warisan uang tunai Rp500 juta dari orang tuanya.
- Perlakuan: uang tersebut bukan objek PPh.
- Jika ditempatkan di deposito dengan bunga 5% ? bunga deposito kena PPh Final 20%.
Kasus 2: Warisan Rumah Tinggal
Ahli waris menerima rumah di Bandung senilai Rp800 juta.
- Warisan bukan objek PPh.
- Karena perolehan hak atas tanah/bangunan, wajib BPHTB:
- NPOPTKP = Rp300 juta.
- Dasar = Rp800 juta – Rp300 juta = Rp500 juta.
- BPHTB = 5% × Rp500 juta = Rp25 juta.
Kasus 3: Warisan Saham
Ahli waris menerima saham perusahaan senilai Rp2 miliar.
- Warisan bukan objek PPh.
- Jika saham dijual di bursa, berlaku PPh Final 0,1% dari nilai bruto penjualan.
Perspektif Putusan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (MK) melalui beberapa putusannya menegaskan bahwa warisan bukan merupakan objek PPh. Namun, penghasilan yang timbul dari pemanfaatan harta warisan tetap dikenakan pajak. Hal ini memperkuat kepastian hukum bahwa negara tidak boleh menarik pajak ganda atas warisan.
Rekomendasi Praktis bagi Wajib Pajak
- Pisahkan antara warisan dan penghasilan dari warisan. Warisan bukan objek PPh, tetapi penghasilannya tetap kena pajak.
- Laporkan harta warisan dalam SPT Tahunan di bagian daftar harta, meskipun bukan penghasilan kena pajak.
- Ajukan pembebasan/pengurangan BPHTB jika memenuhi syarat, agar beban pajak lebih ringan.
- Perhatikan kewajiban PBB tahunan setelah harta berpindah tangan.
- Jika menjual harta warisan, pastikan PPh Final 2,5% dilunasi saat transaksi.
Penutup
Perlakuan pajak warisan di Indonesia dapat dirangkum sebagai berikut:
- Warisan bukan objek PPh bagi ahli waris.
- Namun, penghasilan dari harta warisan tetap dikenakan pajak.
- Perolehan hak atas tanah/bangunan karena warisan adalah objek BPHTB, meskipun tersedia fasilitas pengurangan.
- Kewajiban PBB dan PPh Final tetap berlaku bila harta warisan digunakan atau dijual.
Memahami ketentuan ini akan membantu masyarakat mengelola perpajakan warisan secara benar, menghindari sengketa, dan mematuhi regulasi. Bagi praktisi pajak, notaris, maupun ahli waris, pemahaman ini adalah bekal penting untuk memastikan proses pewarisan berjalan lancar dan sesuai hukum.