Perbandingan Pelaporan SPT Tahunan PPh Badan antara UMKM dan Badan Usaha Besar di Indonesia

Pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Badan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh seluruh entitas bisnis yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) aktif di Indonesia. Kewajiban ini berlaku untuk semua badan usaha, mulai dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) hingga badan usaha berskala besar. Walaupun prinsip kewajibannya sama, terdapat sejumlah perbedaan penting dalam mekanisme pelaporan, skema penghitungan pajak, serta beban administrasi antara UMKM dan badan besar. Perbedaan ini dirancang sesuai dengan kapasitas masing-masing usaha dan bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak secara sukarela melalui pendekatan yang proporsional.

UMKM di Indonesia mendapatkan perlakuan perpajakan yang lebih sederhana. Salah satu bentuk kemudahan tersebut adalah penggunaan tarif final PPh sebesar 0,5% dari omzet, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 dan diperbarui melalui PP Nomor 55 Tahun 2022. Skema ini hanya berlaku bagi UMKM dengan omzet tahunan tidak lebih dari Rp4,8 miliar. Dengan sistem ini, UMKM tidak perlu menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan laporan laba rugi atau melakukan koreksi fiskal. Cukup dengan mencatat omzet dan menyetorkan pajak final setiap bulan, maka kewajiban perpajakan dianggap selesai.

Namun, penggunaan skema PPh Final ini tidak berlaku selamanya. UMKM berbentuk orang pribadi dapat menggunakannya selama tujuh tahun, sedangkan koperasi, CV, dan firma memiliki batas waktu empat tahun. Untuk badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT), masa penggunaan dibatasi hanya tiga tahun. Setelah masa tersebut berakhir, UMKM wajib beralih ke sistem perpajakan normal menggunakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang PPh, yang pada tahun 2024 telah ditetapkan sebesar 22%.

Berbeda dengan UMKM, badan usaha besar sejak awal wajib menerapkan pembukuan penuh dan menghitung pajak berdasarkan penghasilan kena pajak. Mereka tidak memiliki opsi menggunakan skema PPh Final. Badan besar harus melakukan koreksi fiskal terhadap laporan keuangan komersial, menyusun rekonsiliasi fiskal, serta melampirkan berbagai dokumen pendukung seperti daftar pengurus, pemegang saham, aset tetap, dan bukti setor pajak. Selain itu, mereka juga wajib menyampaikan SPT Masa untuk berbagai jenis pajak seperti PPh Pasal 21, 23, dan PPN setiap bulan, yang menjadikan proses pelaporan lebih kompleks dan teknis.

Walaupun Formulir yang digunakan sama, yaitu SPT Tahunan PPh Badan 1771, isi dan kelengkapan pelaporan sangat berbeda antara UMKM dan badan besar. UMKM yang masih dalam skema PPh Final tidak diwajibkan mengisi lampiran-lampiran kompleks seperti koreksi fiskal atau rincian biaya. Mereka cukup melampirkan rekap omzet dan bukti pembayaran pajak bulanan. Sebaliknya, badan besar wajib mengisi seluruh lampiran, termasuk daftar biaya usaha, utang-piutang, dan koreksi fiskal yang memerlukan ketelitian tinggi.

Batas waktu pelaporan SPT Tahunan untuk seluruh wajib pajak badan adalah tanggal 30 April tahun berikutnya untuk tahun pajak yang berakhir pada 31 Desember. Keterlambatan pelaporan akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp1.000.000. Badan usaha besar dapat mengajukan perpanjangan waktu pelaporan selama dua bulan menggunakan Formulir 1771-Y, dengan melampirkan laporan keuangan sementara dan estimasi penghitungan pajak. Sementara itu, UMKM pada umumnya belum memiliki mekanisme perpanjangan waktu yang spesifik dan diharapkan tetap melapor tepat waktu.

Untuk mendukung kemudahan pelaporan, Direktorat Jenderal Pajak menyediakan layanan digital seperti e-Filing, e-Form, dan aplikasi resmi mitra Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP). Semua jenis badan usaha dapat memanfaatkan layanan ini agar pelaporan lebih cepat, mudah, dan aman. Saluran manual seperti pos tercatat atau datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) masih diperbolehkan, meskipun semakin jarang digunakan.

Dengan sistem yang adaptif terhadap skala usaha, pemerintah berupaya menciptakan keadilan fiskal. UMKM diberi kemudahan agar tetap bisa patuh pajak tanpa terbebani, sedangkan badan besar diwajibkan memenuhi kewajiban secara lebih rinci sesuai kapasitasnya. Pemahaman yang baik mengenai perbedaan pelaporan ini penting bagi pelaku usaha agar dapat menjalankan kewajiban pajaknya dengan benar dan efisien.

baca selengkapnya https://www.gpkonsultanpajak.com/pentingnya-implementasi-sistem-coretax-di-djp-bagi-wajib-pajak.html