5 Dasar Kuat Kantor Pajak Melakukan Pemeriksaan Transfer Pricing di Indonesia

Pendahuluan

Transaksi antar-entitas dalam satu grup usaha, khususnya transaksi yang terjadi antar perusahaan yang memiliki hubungan istimewa menjadi perhatian utama otoritas pajak. Praktik penetapan harga antar pihak afiliasi atau transfer pricing berpotensi menggeser laba dari satu yurisdiksi ke yurisdiksi lain dengan tarif pajak lebih rendah, sehingga mengancam keadilan dan keberlanjutan basis pajak nasional. Oleh karena itu, pemeriksaan terhadap transaksi tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Indonesia agar transaksi antar-afiliasi sudah mematuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha ( arm’s length principle ).

Landasan Hukum dan Regulasi

Pemeriksaan transfer pricing memiliki dasar hukum yang kuat di Indonesia. Pertama, terdapat Peraturan?Direktur?Jenderal?Pajak?Nomor?PER?22/PJ/2013 yang diterbitkan berdasarkan kewenangan DJP sebagai pedoman bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa. Regulasi ini mulai berlaku pada 1 Juli 2013. Peraturan ini mengatur definisi hubungan istimewa, jenis dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan, metode yang dapat digunakan oleh pemeriksa, serta tata cara pelaksanaan pemeriksaan.

Kedua, regulasi yang lebih mutakhir yaitu Peraturan?Menteri?Keuangan?Nomor?172?Tahun?2023 (“PMK 172/2023”) yang membahas penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa serta dokumentasi yang wajib disiapkan oleh wajib pajak. PMK 172/2023 juga menggantikan sejumlah regulasi terdahulu terkait dokumentasi dan prosedur seperti PMK 213/PMK.03/2016.

Dengan dua regulasi utama tersebut, DJP memperoleh kerangka hukum dan prosedural yang jelas untuk melakukan pemeriksaan terhadap transaksi antar-afiliasi.

baca selengkapnya https://www.gpkonsultanpajak.com/coretax-error-lagi-ini-5-solusi-cepat-mengatasi-gagal-login-setelah-update-terbaru.html.

baca selengkapnya https://www.gptaxconsultant.com/article-23-income-tax-is-not-just-a-formality-6-reasons-you-need-tax-help-from-great-performance-consulting/

Tahapan Pemeriksaan Transfer Pricing

Dalam melakukan pemeriksaan transfer pricing, DJP biasanya melaksanakan beberapa tahapan berikut:

  1. Identifikasi Hubungan Istimewa
    Pemeriksa pertama-tama mengecek apakah wajib pajak memiliki hubungan istimewa dengan pihak lain. Hubungan istimewa dapat muncul karena penyertaan modal langsung atau tidak langsung minimal 25 %, penguasaan langsung atau tidak langsung, atau berada di bawah pengendalian yang sama.
  2. Analisis Karakteristik Transaksi (Fungsi-Risiko-Aset)
    Pemeriksa menilai kontribusi masing-masing pihak dalam transaksi: fungsi yang dilaksanakan, risiko yang ditanggung, dan aset yang digunakan. Analisis ini penting untuk memahami bagaimana laba wajar dapat dihasilkan dari transaksi antar pihak.
  3. Pemilihan Metode Penentuan Harga Transfer
    Setelah karakteristik transaksi dipahami, pemeriksa memilih metode penentuan harga yang sesuai, misalnya Comparable Uncontrolled Price (CUP), Resale Price Method (RPM), Cost Plus (CPM), Transactional Net Margin Method (TNMM) atau Profit Split. Regulasi PER-22/PJ/2013 mengakui berbagai metode tersebut.
  4. Penilaian Kewajaran Transaksi dan Penyesuaian (Adjustment)
    Pemeriksa membandingkan harga atau margin yang terjadi dengan kondisi pasar wajar dan jika menemukan bahwa transaksi tidak sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, DJP dapat melakukan penyesuaian penghasilan atau biaya guna menghitung laba kena pajak yang benar. PMK 172/2023 menjelaskan pula mengenai penyesuaian sekunder (secondary adjustment) dan koreksi terkait harga transfer.

Alasan Pemeriksaan dan Tujuan

Pemeriksaan transfer pricing bukan sekedar alat untuk meningkatkan penerimaan pajak. Terdapat beberapa tujuan strategis di balik pemeriksaan tersebut:

  • Menegakkan Kepatuhan Pajak yang Adil
    Dengan memastikan bahwa transaksi antar-afiliasi terjadi pada harga wajar, pemeriksaan menjaga agar semua pihak berkontribusi secara proporsional terhadap penerimaan negara.
  • Mencegah Erosi Basis Pajak dan Pengalihan Laba
    Praktik transfer pricing yang tidak sesuai dapat memindahkan laba ke yurisdiksi dengan tarif lebih rendah sehingga mengurangi pajak yang seharusnya diterima di Indonesia. Pemeriksaan membantu mencegah hal tersebut.
  • Memberikan Kepastian Hukum dan Transparansi
    Dengan regulasi yang jelas (seperti PMK 172/2023) dan dokumentasi yang memadai dari wajib pajak, pemeriksaan dapat berjalan dengan lebih terstruktur dan lebih sedikit perselisihan.

Implikasi bagi Wajib Pajak

Wajib pajak yang terlibat dalam transaksi antar-afiliasi sebaiknya memperhatikan beberapa hal penting agar menghadapi pemeriksaan dengan lebih siap:

  • Dokumentasi Transfer Pricing (TP Doc) yang Komprehensif
    Regulasi menuntut penyusunan master file, local file, dan (jika memenuhi kriteria) country-by-country report (CbCR). PMK 172/2023 memperkuat persyaratan tersebut termasuk kewajiban penyusunan ex-ante (berdasarkan data saat transaksi terjadi).
  • Konsistensi Metode dan Pendekatan
    Wajib pajak perlu memastikan bahwa metode yang dipilih sesuai dengan karakteristik usaha dan tersedia bukti yang mendukung analisis. Jika metode diganti-ganti tanpa alasan yang jelas, risiko koreksi semakin besar.
  • Pertimbangkan Advance Pricing Agreement (APA)
    Untuk memperoleh kepastian awal terkait harga transfer yang akan diterapkan, perusahaan multinasional dapat mengajukan APA ke DJP. Hal ini dapat mengurangi risiko sengketa di kemudian hari.
  • Pemantauan Proses dan Persiapan Audit
    Dengan regulasi terbaru, misalnya PMK 172/2023 yang menetapkan batas waktu satu bulan untuk menyerahkan dokumen saat diminta pemeriksa, wajib pajak harus siap memenuhi permintaan informasi dengan cepat.

Kesimpulan

Pemeriksaan transfer pricing di Indonesia berdiri di atas landasan regulasi yang semakin kuat, terutama melalui PER-22/PJ/2013 dan PMK 172/2023. Regulasi tersebut memberikan otoritas pajak kerangka kerja yang jelas dalam mengidentifikasi hubungan istimewa, menetapkan metode yang tepat, menilai kewajaran transaksi antar-afiliasi, dan melakukan penyesuaian jika ditemukan perbedaan signifikan dari kondisi wajar.

Bagi wajib pajak, memahami dan mematuhi ketentuan tersebut bukan hanya memastikan kepatuhan terhadap kewajiban pajak, tetapi juga mencerminkan tata kelola perusahaan yang baik. Dokumen yang lengkap, metode yang konsisten, serta kesiapan dalam pemeriksaan merupakan kunci untuk menghadapi era pemeriksaan transfer pricing yang semakin intensif dan transparan. Dengan demikian, penerapan prinsip kewajaran transaksi antar-afiliasi menjadi bagian dari kontribusi nyata terhadap sistem perpajakan nasional yang adil dan berkelanjutan.

baca selengkapnya https://www.gpckonsultanpajak.com/7-rahasia-menghindari-kesalahan-pph-23-atas-jasa-agar-bisnis-anda-aman-dari-sanksi-pajak/

baca selengkapnya https://gpkonsultanpajak.co.id/5-kesalahan-fatal-dalam-spt-tahunan-yang-bisa-dihindari-jika-menggunakan-konsultan-pajak-profesional/