Pengelolaan pajak bagi pasangan suami istri di Indonesia sering menjadi bahan pertanyaan setelah menikah, khususnya mengenai penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pemerintah memberi dua pilihan yang sah secara hukum, yaitu menggunakan NPWP gabungan atau memilih NPWP terpisah. Kedua opsi ini diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan serta peraturan Direktorat Jenderal Pajak, sehingga pasangan bebas menentukan mana yang dianggap paling menguntungkan. Namun, pilihan ini tidak hanya sekadar formalitas, sebab membawa konsekuensi berbeda baik dari sisi administrasi maupun jumlah pajak yang dibayarkan.
Jika pasangan memilih NPWP gabungan, maka penghasilan suami dan istri dihitung sebagai satu kesatuan. Semua penghasilan tersebut dilaporkan dalam SPT tahunan atas nama suami sebagai kepala keluarga. Administrasi menjadi lebih sederhana karena cukup satu laporan pajak yang harus dibuat setiap tahun. Dari sisi penghasilan tidak kena pajak, penggabungan juga memberikan keuntungan. Status kawin dengan istri bekerja atau K/I membuat suami mendapat tambahan potongan PTKP. Artinya, jumlah penghasilan bebas pajak lebih besar dibandingkan jika hanya suami yang bekerja. Cara ini biasanya menguntungkan untuk keluarga dengan penghasilan istri kecil atau sudah dipotong pajak final oleh pemberi kerja, sebab tidak perlu dilakukan penghitungan ulang yang berisiko menimbulkan pajak kurang bayar.
Walau terlihat lebih praktis, NPWP gabungan tidak selalu memberikan hasil terbaik. Karena sistem pajak di Indonesia menggunakan tarif progresif, semakin besar jumlah penghasilan maka semakin tinggi tarif yang dikenakan. Apabila penghasilan suami dan istri digabung, besar kemungkinan jumlah tersebut masuk lapisan tarif lebih tinggi sehingga beban pajak meningkat. Selain itu, bagi istri yang memiliki usaha mandiri atau penghasilan signifikan, penggunaan NPWP gabungan bisa kurang fleksibel. Misalnya, ketika mengurus pinjaman usaha atau syarat administratif lain yang mensyaratkan NPWP pribadi. Situasi inilah yang membuat beberapa pasangan lebih memilih menggunakan NPWP terpisah.
NPWP terpisah berarti suami dan istri masing-masing memiliki kewajiban perpajakan sendiri. Ada dua mekanisme yang diakui, yakni pisah harta dan memilih terpisah. Dalam status pisah
harta, suami dan istri secara hukum menyatakan bahwa harta serta penghasilan dikelola terpisah sehingga kewajiban pajaknya juga berbeda. Sementara dalam status memilih terpisah, meskipun tidak ada perjanjian pisah harta, pelaporan pajak tetap dilakukan masing-masing. Keuntungan utama dari pilihan ini adalah pemanfaatan PTKP individu. Suami mendapat PTKP, dan istri juga mendapat PTKP tersendiri, sehingga total penghasilan yang bebas pajak bisa lebih besar. Hal ini sangat bermanfaat ketika penghasilan keduanya cukup tinggi, sebab dapat menghindari lonjakan pajak akibat tarif progresif.
Selain memberi ruang optimalisasi pajak, NPWP terpisah juga lebih fleksibel dari sisi administrasi. Istri dapat menggunakan NPWP pribadi untuk berbagai keperluan, seperti mengajukan kredit, mendaftarkan usaha, atau mengurus perizinan. Dengan identitas pajak yang berdiri sendiri, posisi istri dalam aspek ekonomi menjadi lebih mandiri. Namun, konsekuensi yang muncul adalah administrasi menjadi lebih rumit. Ada dua SPT yang harus disampaikan setiap tahun, dan penghitungan pajak tetap dilakukan dengan menggabungkan penghasilan sebelum dibagi secara proporsional. Proses ini memerlukan kecermatan lebih, karena kesalahan perhitungan bisa menimbulkan kelebihan atau kekurangan bayar.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada pilihan yang mutlak lebih baik. NPWP gabungan cocok digunakan ketika penghasilan istri tidak terlalu besar dan pasangan ingin administrasi yang sederhana. Sebaliknya, NPWP terpisah lebih sesuai untuk pasangan yang sama-sama berpenghasilan tinggi atau istri memiliki aktivitas usaha sendiri. Dengan pembagian pajak yang lebih proporsional, beban pajak total rumah tangga bisa lebih ringan. Akan tetapi, karena sifatnya situasional, sebaiknya setiap pasangan melakukan simulasi perhitungan terlebih dahulu untuk membandingkan kedua opsi tersebut.
Pada akhirnya, baik NPWP gabungan maupun NPWP terpisah sama-sama memiliki dasar hukum yang jelas dan manfaat masing-masing. Yang terpenting adalah memastikan kewajiban perpajakan dipenuhi secara benar sesuai ketentuan yang berlaku. Bila masih ragu, pasangan dapat berkonsultasi dengan petugas Direktorat Jenderal Pajak atau menggunakan jasa konsultan untuk memperoleh gambaran yang lebih akurat. Dengan pemahaman yang baik, keputusan mengenai NPWP bukan hanya urusan administratif, tetapi juga strategi mengelola keuangan keluarga secara lebih cerdas dan efisien.
baca selengkapnya https://www.gpkonsultanpajak.com/jangan-lupa-perubahan-nik-menjadi-npwp-terakhir-bulan-juli-2024.html